CEO Bukalapak: Kesuksesan Bukan Milik Mereka yang Sibuk Pacaran Saja. Di Masa Muda, Kamu Harus Mencoba Semua!

Masa kuliah jadi salah satu momen paling menentukan dalam kehidupan seseorang. Bagaimana tidak, dalam masa ini kita dibentuk jadi pribadi dewasa yang siap menanggung berbagai konsekuensi. Otak yang terisi dengan berbagai teori menjadikan kita lebih sensitif dan berhati-hati.

Pentingnya masa kuliah juga diamini oleh Achmad Zaky, CEO Bukalapak yang kini sukses mengembangkan Bukalapak sebagai salah satu startup terbaik di Indonesia. 

Dalam rangka persiapan menuju Hipwee Inspirational Summit 2015 — di mana Zaky akan jadi salah satu pembicara — Hipwee mempublikasikan kembali wawancara dengan Zaky berikut ini. Penasaran apa inspirasi yang bisa Zaky bagi?

 

“Saya ini cuma anak Sragen ndeso yang diterima di ITB. Awalnya sih minder, isinya orang kota semua, pakai bahasa Indonesia, dan kelihatan pintar. Tapi saya malah gregetan. Ingin rasanya menaklukkan ITB!”

Datang dari kota kecil di Jawa Tengah, Zaky merasakan perbedaan budaya yang besar ketika pertama kali masuk ke Jurusan Teknik Informatika ITB. Jika di Jawa Tengah kultur budayanya lekat dengan sikap merendah dan memendam perasaan, kultur di ITB Bandung membuatnya harus beradaptasi dengan kebiasaan outspoken dalam mengemukakan pendapat.

“Bukan cuma soal perbedaan budaya saja sih. Saya juga sempat minder karena ITB kan isinya orang-orang pinter, ambisius, PD pula. Berbeda sekali dengan kultur di Jawa yang kalem dan malu-malu. Alon-alon asal kelakon lah. Tapi ini justru jadi semangat saya. Saya pasti bisa! Pikir saya saat itu.


Kegigihan Zaky dalam urusan kuliah dibuktikannya dengan berhasil meraih IPK sempurna 4,0 di semester pertama. Ketakutan bahwa perbedaan budaya akan menghambat langkah dibuktikan salah. Zaky benar-benar memanfaatkan waktu untuk membaca, mengulang materi kuliah, serta mendatangi kakak angkatan setiap ada materi yang dirasa belum dikuasai.

“Kalau dipikir gila juga saya belajar waktu itu, bisa seminggu sebelum ujian persiapannya. Maklum saya ga pinter-pinter amat. Saya cuma percaya, saya pasti bisa!”katanya.


 

 

Berani mencoba apa saja jadi sifat yang membentuk Zaky lebih tangguh sebagai manusia. Berbagai pengalaman yang didapat dari sana juga diakui membuat mata lebih terbuka


Di ITB itu nilai bagus aja gak cukup keren. Karena itu saya juga menceburkan diri di berbagai kegiatan kemahasiswaan untuk menambah pengalaman.”

Definisi “berbagai kegiatan” yang Zaky maksud tidaklah main-main. Dari semester dua Zaky sudah bergabung di unit kemahasiswaan yang isinya mahasiswa geek namanya Amateur Radio Club (ARC), sebuah club yang dulu didirikan oleh Onno W Purbo. Di sanalah Zaky mendapatkan pengalaman nyata mengoprek (membongkar – red) komputer, jaringan, dan sejenisnya.

Dari sinilah Zaky bisa mendapatkan uang pertama kali dari keahliannya, Ia menciptakan software quickcount untuk sebuah stasiun televisi yang cuma dihargai1,5 juta rupiah saja! Dari keahliannya ini pula lah Zaky sering mengikuti berbagai kompetisi Informatika sehingga mendapatkan juara di beberapa kompetisi.

Bukan cuma kegiatan yang berhubungan dengan bidang studinya di Teknik Informatika, Zaky bahkan mengikuti kegiatan yang sekilas sama sekali tidak bersinggungan langsung dengan jurusan kuliahnya.

Bahkan Zaky menjajal ikut Menwa selama masih jadi mahasiswa

Bahkan Zaky menjajal ikut Menwa selama masih jadi mahasiswa via yon1.unit.itb.ac.id

“Selain ikut unit yang berbau geek, saya juga ikut BEM, kemudian yang paling parah ikut Menwa (Resimen Mahasiswa) yang proses trainingnya berjalan selama 21 hari. Jalan 70 km, harus survival, bawa tas pasir berat, masih menenteng 10 kg senjata. Gila lah! Mau mati rasanya. Tapi bisa melewati semua itu rasanya lifetime achievement banget.”

Namun diakui Zaky, semua pengalaman yang sudah pernah dicoba membuka mata bahwa ada dunia yang lebih luas yang harus dicoba di luar sana.

“Selain pengalaman, ikut kegiatan juga membuat kita dapat banyak teman. Percayalah, teman yang ngerjain tugas bareng, susah bareng, tidur bareng, atau seneng-seneng bareng di kampus nanti akan sangat membantu di masa depan. Banyak teman saya dulu waktu di kampus yang membantu sama-sama membesarkan Bukalapak sekarang, pendiri Bukalapak semua teman waktu di kampus ITB”.

 

 

Buat Zaky, keberuntungan hanya menghampiri mereka yang mempersiapkan. Proses panjang yang sudah dilalui membuatnya siap saat kesempatan datang

Kelemahan Zaky dalam Bahasa Inggris justru mengantarkan Zaky ke AS (Dokumen Pribadi Zaky)

Kelemahan Zaky dalam Bahasa Inggris justru mengantarkan Zaky ke AS (Dokumen Pribadi Zaky)

Meski sudah berhasil diterima di ITB, ke-ndeso-an Zaky tetap tercermin dalam kekurangannya menguasai Bahasa Inggris. Skor TOEFL Zaky semasa kuliah hanya 430, cukup jauh dari standar skor TOEFL yang biasanya diatas angka 500.

“Biasalah, kalau orang Jawa di ITB biasanya memang Inggrisnya kacau. haha. Maklumlah kami harus menguasai dua bahasa, Jawa dengan berbagai tingkatannya dan Indonesia. Bahkan seingat saya, saya termasuk tiga terbawah di kelas Informatika waktu itu” Imbuhnya.

Menyadari kelemahannya ini, Zaky pun memutar otak agar bisa menambal kekurangan.

“Suatu hari saya sedang melakukan kegiatan bersama teman-teman BEM, saya liat pengumuman ada beasiswa dari Pemerintah AS yang targetnya adalah untuk orang-orang yang gak bisa Bahasa Inggris. Gila banget beasiswa ini kupikir. Mana ada beasiswa yang gak mensyaratkan kemampuan Bahasa Inggris? 100% beasiswa itu biasanya TOEFLnya harus di atas 550. Tanpa pikir panjang saya langsung cari info dan mendaftar.”

Berbeda dengan kita yang sering hanya ingin saja tapi tidak dibarengi usaha nyata, Zaky kembali menunjukkan kegigihannya. Ia mendatangi alumni program tersebut, menanyakan apa yang harus ia siapkan agar bisa diterima.

“Beruntung sekali saya, karena keaktifan berorganisasi menjadi poin penting dalam penilaian beasiswa ini. Saya diterima dalam program beasiswa tersebut dan berangkat untuk mengikuti program ke Amerika selama 2 bulan. Saya senang sekali dapet beasiswa ini, orang tua saya sampe nangis, mungkin beliau berpikir ni anak dari kecil momoknya bahasa inggris, sudah ga mungkin ke luar negeri lah! Haha. Dari sini saya tahu bahwa semua harus dilalui dengan persiapan. Saya beruntung sekali karena saya siap. Gak ada sesuatu yang datang dengan gratis”.

Pengalaman membaur di tengah native speaker Amerika Serikat selama 2 bulan menumbuhkan kepercayaan diri Zaky. Dari situ ia sadar bahwa penutur asli pun masih membuat kesalahan pada penggunaan bahasa dan grammarnya.

“Saya pikir bilang I’m fine thank you itu yang benar, ternyata itu ga dipake di Amerika! Ini membuat saya jadi pede kalau ngomong Inggris setelah itu. Ternyata ga sekaku itu Bahasa Inggris. Salah grammar itu rapopo!”candanya.

 

 

Perjuangan mencapai kesuksesan tidak ubahnya seperti memperjuangkan perasaan. Jadikan kegagalan sebagai pembelajaran. Jadikan penolakan sebagai pembuktian diri. Kamu pasti bisa!


Sumber : Hipwee.com





Komentar

Postingan Populer